Strategi Meningkatkan Kesehatan Mental dan Emosional Masyarakat Muslim Melalui Konsep Ihsan





Bandarkhalifahnews | Kesehatan mental dan emosional merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia yang sering kali diabaikan. di tengah kesibukan dan tantangan hidup modern, banyak individu mengalami stres, kecemasan, dan depresi. dalam konteks masyarakat Muslim, nilai-nilai Islam dapat menjadi fondasi yang kuat untuk meningkatkan kesehatan mental dan emosional. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah melalui konsep Ihsan, yang berarti berbuat baik dan melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Dalam esai ini, kita akan membahas bagaimana IHSAN dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan mental dan emosional masyarakat Muslim.



Ihsan berasal dari bahasa Arab yang berarti "kebaikan" atau "perbuatan baik". Dalam konteks Islam, Ihsan tidak hanya mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antar sesama manusia dan lingkungan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan" (QS. An-Nahl: 90). Ihsan juga dapat diartikan sebagai memperbaiki atau menjadikan baik ( Munawwir,1997). Pilar ketiga agama islam, Ihsan, memainkan peran penting dalam menghubungkan manusia dengan iman dan islam. Iman, islam dan ihsan adalah satu dan sama. 



Islam diwujudkan melalui pelaksanaan rukun islam, sedangkan iman menjadi pondasi keyakinan. Sebaliknya, ihsan adalah tingkat agama tertinggi dimana seseorang beribadah kepada Allah SWT dengan tulus dan tulus seolah - olah mereka melihatnya atau percaya bahwa Allah SWT melihatnya ( Masitoh,2021).


Konsep ini mengajak umat Muslim untuk tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga untuk berusaha melakukan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan. Penerapan nilai-nilai Ihsan dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental individu dan juga masyarakat.

Pertama, dengan berbuat baik kepada orang lain, seseorang dapat merasakan kepuasan dan kebahagiaan. Aktivitas seperti membantu sesama, beramal, dan berkontribusi dalam komunitas dapat meningkatkan rasa memiliki dan keterhubungan sosial. Rasa keterhubungan ini sangat penting dalam mengurangi perasaan dan kesepian dan depresi (Rajab, 2017).

Kedua, Ihsan mendorong individu untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik, baik dalam ibadah maupun interaksi sosial. Dengan memiliki tujuan yang jelas dan berusaha mencapainya, individu dapat merasakan makna dan tujuan dalam hidupnya. Hal ini dapat mengurangi perasaan hampa dan meningkatkan motivasi, yang pada gilirannya berkontribusi pada kesehatan mental yang lebih baik.

Kesehatan emosional berkaitan erat dengan kemampuan individu untuk mengelola emosi dan menghadapi stres. Dalam Islam, Ihsan mengajarkan pentingnya kesabaran, syukur, dan tawakkal (berserah diri kepada Allah). Ketika seseorang menghadapi kesulitan, sikap tawakkal dapat membantu mengurangi kecemasan dan memberikan ketenangan batin. Dengan meyakini bahwa segala sesuatu terjadi atas izin Allah, individu dapat lebih mudah menerima kenyataan dan mengatasi tantangan hidup.

Menurut Righib Al-Asfahni sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab, Kata ihsan yang digunakan untuk dua hal. Pertama memberi nikmat pada orang lain. Kedua, berbuat baik. Karenanya beliau menyebutkan bahwa kata ihsan lebih luas dari memberi nikmat atau nafkah. 

Makna ihsan ini lebih luas dari sekadar memberi nafkah, tetapi maknanya lebih tinggi dari kandungan makna adil (Shihab 2006:325). Jika adil bermakna melakukan (balasan) yang sama atas kebaikan yang diberikan oleh orang lain, ihsan memperlakukan lebih tinggi atau lebih dari apa yang orang berikan. Adil juga bermakna mengambil semua hak dan atau memberi semua hak orang lain sama, sedang ihsan adalah memberi lebih banyak dari yang seharusnya diberi dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya diambil.

Ihsan merupakan puncak kebaikan amal perbuatan Implementasi sikap ihsan dalam konteks ibadah kepada Allah adalah leburnya dirinya sehingga dia hanya “melihat” Allah, sementara dalam konteks sosial adalah ketika seseorang memandang dirinya kepada orang lain sehingga dia memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuk dirinya. Degan kata lain, sesorang yang menjadikan ihsan sebagai landasan dalam berperilaku dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Jadi siapa yang melihat dirinya pada kebutuhan orang lain dan tidak melihat dirinya pada saat beribadah kepada Allah disebut dengan muhsin.

Kesadaran akan pesan yang Allah ini menjadikan seseorang akan selalu ingin berbuat sebaik mungkin dan memperlakukan orang lain lebih dari dirinya. Kandungan pesan Tuhan dalam kata ihsan pada ayat 90 Surat An-Nahl dapat dijadikan satu cara pandang atau pendekatan luhur bahkan sophisticated dalam berinteraksi sosial, tidak saja dalam ranah kultural tetapi juga struktural. Penerapan ihsan dalam semua aspek kehidupan dapat menumbuhkan sikap yang luhur (akhlak al-karimah) yang dalam terminologi nusantara disebut teposeliro.

Ihsan bermakna suatu kesadaran diri yang konsisten meyakini bahwa ia selalu melihat Allah, dan ketika ia tidak mampu menyadari penglihatan tersebut, maka ia perlu menyadari bahwa Allah melihatnya. Pada dasarnya, tidak mungkin seseorang tidak melihat Allah, jika ia menyadari bahwa semua materi yang bisa dilihat adalah ciptaan (creature), yang pasti ada yang menciptakannya (creator), karena semua yang ada dalam dirinya maupun di luar dirinya, adalah ciptaan dari Allah. Allah pasti mudah dilihat dalam pengertian melihat Allah melalui ciptaan-Nya. Pengertian ini mengandung maksud bahwa hatilah yang akan membimbing keyakinan seseorang untuk memahami hakikat dirinya dan hakikat penciptaan yang lain.

Konsep Ihsan dalam Islam memiliki kontribusi paling penting, karena Ihsan merupakan pesan dasar dari spiritualitas agama. Jika nilai-nilai Ihsan sudah masuk ke arah kesempurnaan keyakinan, maka pada akhirnya konsep Ihsan yang tertanam dalam hati manusia semakin memperjelas bahwa seseorang memiliki fundamental Islam yang kuat (Taufiq 2016:78). Dalam surat An-Nahl ayat 90, manusia diperintahkan untuk berbuat adil dan ber-ihsan serta harus menjalin keharmonisan satu sama lain dengan berperilaku baik yang meneduhkan dan menyejukkan hati. Keberserahan diri untuk mengikuti perintah, mematuhi himbauan, dan menghindari larangan, sebagai dampak dari keyakinan hatinya, memunculkan efek linier berupa motif untuk mengekspresikannya dalam bentuk perilaku. Hadirnya hati dalam setiap aktivitas seorang hamba termanifestasikan dalam setiap tindak tanduknya. Ihsan menuntun kesadaran untuk beragama yang benar, utuh, komprehensif, dan kaffah. Individu yang ber-ihsan hanya orang yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan secara komprehensif (Attamimi and Hariyadi n.d.: 90). 

Individu yang mengaplikasikan maslahat dan mentransfer kebaikan bagi dirinya dan orang lain adalah bentuk kemaslahatan yang berguna, baik bagi personal maupun masyarakat sekitar. Ihsan dapat menjadi wadah yang meliputi kebaikan dan maslahat yang mendapat legitimasi syariat, sehingga efeknya dapat mendatangkan pahala yang besar dan menguntungkan bagi personal dan lingkungan sekitarnya.

Internalisasi konsep ihsan dalam hati sebagai sarana spiritualitas Islam merupakan faktor penggerak dibalik setiap tindakan (Bensaid and Machouche2019:51–63). Kebahagiaan diperoleh melalui pencarian melalui pertanyaan tentang Allah. Pertanyaan-pertanyaan tentang Allah tidaklah mencukupi sampai dilengkapi dengan rasa cinta pada Allah dan semua ciptaannya merupakan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati diperoleh melalui relasi antara hati dan psikologi. Dengan demikian sofistikasi konsep ihsan harus dipertimbangkan sebagai sebuah pendekatan canggih dari Allah berguna untuk mendidik hati yang kemudian termanifestasi dalam matangnya psikologi.

Oleh karenanya ihsan dapat dipandang sebagai model religio terapi yang bermanfaat bagi penguatan psikologis, menumbuhkembangkan kepribadian, dan kesehatan mental yang dapat meningkatkan ketakwaan, ketawadhu’an, keikhlasan, kesyukuran, dan perbuatan baik lainnya. Perbuatan, tindakan, dan perilaku ihsan bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaan, baik individual, bermasyarakat, maupun lingkungan sekitar. Perbuatan, tindakan, dan perilaku ihsan ketaatan, kesalehan, dan peribadatan bermanifestasi pada pembangunan fisikal dan psikologis kemanusiaan, baik individual, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Perbuatan, tindakan, dan perilaku, ketaatan, kesalehan, dan peribadatan berdampak positif bagi kehidupan kemanusiaan, maka dapat dipastikan mampu menjadi model psikoterapi Islam dalam preventisasi, kuratisasi, dan rehabilitasi mental, seperti stres, traumatik, psikosis, psikoneorosis, frustrasi, dan depresi. Di sini ada korelasi antara surat An-Nahl ayat 90, mendidik hati untuk kematangan psikologi

Makna ihsan sebagai sesuatu yang mandub (dianjurkan atau disunnahkan) yakni dengan jalan melakukan kebajikan secara sempurna dan maksimal sehingga melebihi batas standar yang telah ditentukan. 

Ihsan juga meliputi beberapa hal yakni ihsan melaksanakan kewajiban, mencintai sesama manusia seperti mencintai diri sendiri, dan ikhlas (Al-Qurthubi 2006:65–66). Ihsan merupakan perbuatan terbaik yang tercermin dalam berbagai macam sikap, berperilaku baik, melaksanakan pekerjaan secara maksimal, melaksanakan pekerjaan dengan ikhlas, berbuat baik kepada orang lain seperti berbuat baik pada diri sendiri serta melaksanakan kewajiban dengan sempurna melebihi batas standar yang ditentukan. Meski ihsan menjadi satu pesan dan pendekatan luhur datang dari Allah S.W.T., ternyata belum semua lembaga pendidikan menerapkannya sebagai sebuah pendekatan dalam membentuk karakter peserta didik. Hal ini disebabkan adanya asumsi bahwa ihsan hanya merupakan landasan dalam bertasawuf yang lebih mengedepankan aspek spiritual daripada sains, bahkan sosial. Padahal ihsan yang merupakan salah satu aspek dalam agama Islam. Islam mengajarkan manusia agar menahan diri terhadap sesuatu justru disaat seseorang menginginkannya. 

Demikianlah ihsan mendidik karakter manusia untuk selalu terhindar dari nafsu yang buruk tidak disandarkan kepada apa yang dia peroleh dari hasil tindakannya, tetapi menyandarkan segala perbuatan sebagai suatu ibadah dan semua ibadah dilakukan bukan atas ketakutan, harapan, tetapi karena ada cinta yang tulus, luhur kepada Allah Swt sang pencipta semua makhluk. Cinta merupakan fondasi yang kuat dalam berinteraksi kepada sesama, menganggap orang lain seperti dirinya sekaligus mampu memberi lebih kepada orang lain merupakan esensi dari ihsan. Jika pendekatan ini dapat diterapkan pada konteks pembinaan karakter masyarakat, bukan tidak mungkin karakter- karakter tulus, penuh cinta dan kasih terbentuk. 

Dukungan sosial merupakan faktor penting dalam kesehatan mental. Menurut penelitian Thoits (2011), individu yang memiliki jaringan sosial yang kuat cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Membangun komunitas yang saling mendukung dan berbagi pengalaman dapat menciptakan lingkungan yang positif. Kelompok program yang fokus pada diskusi dan berbagi pengalaman dapat membantu individu merasa lebih terhubung dan didukung.

Pendidikan tentang kesehatan mental dalam perspektif Islam sangat penting Menurut Ali dkk. (2018), seminar dan workshop tentang kesehatan mental dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. Selain itu, penyuluhan tentang konsep ihsan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu individu mengatasi masalah mental.

Pendekatan terapi yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam, seperti psikoterapi diri Islami, dapat membantu individu mengatasi masalah mental. Menurut Rahman dkk. (2020), konseling yang mengintegrasikan nilai-nilai ihsan dalam proses penyembuhan dapat memberikan hasil yang positif bagi individu yang mengalami masalah kesehatan mental.

Dengan penerapan strategi-strategi yang berbasis pada konsep ihsan, diharapkan kesehatan mental dan emosional masyarakat muslim dapat meningkat. Hal ini tidak hanya akan menciptakan individu yang lebih sejahtera dan bahagia, tetapi juga akan memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat, untuk berperan aktif dalam mengimplementasikan strategi ini.Dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis pada nilai-nilai Islam, diharapkan masyarakat Muslim dapat mencapai kesehatan mental dan emosional yang lebih baik.                                


Referensi:

Al-Ghazali, AH (2005). Ihya Ulum al-Din

Koenig, HG, McCullough, ME, & Larson, DB (2012). dikutip Buku Pegangan Agama dan Kesehatan.

Hussain, R., & Bhatti, MF (2019). Peran Meditasi Islam dalam Mengurangi Kecemasan dan Stres. Jurnal Psikologi Islam.

Thoits, PA (2011). Mekanisme yang Menghubungkan Hubungan Sosial dan Dukungan terhadap Kesehatan Fisik dan Mental. Jurnal Kesehatan dan Perilaku Sosial , 52.

Ali, A., & Rahman, M. (2018). Pentingnya Pendidikan Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam. Jurnal Internasional Pemikiran Islam.

Rahman, A., & Khan, M. (2020). Psikoterapi Diri Islam: Pendekatan Baru terhadap Kesehatan Mental. Jurnal Konseling Islam.

penulis = inda nuzul azmi (3062024003) Mahasiswi Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Iain Langsa.

Post a Comment

0 Comments

Terkini

Close Menu